[postlink]
http://vitotube.blogspot.com/2013/01/wisata-di-kota-tua.html[/postlink]
http://www.youtube.com/watch?v=rIKYYkX5ZFgendofvid
[starttext]
VitoTube - Jam
menunjukkan tepat tengah malam saat peserta wisata malam mulai bergerak
menuju perjalanan menyusuri Kampung Arab di Kawasan Kota Tua Jakarta,
Minggu (5/8/2012). Tur Kampung Arab kali ini melihat peninggalan Islam
berupa bangunan bersejarah seperti rumah dan masjid yang dulu didiami
masyarakat Muslim di sekitar wilayah Pekojan.
Menurut Asep
Kambali, Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), di Jakarta banyak
terdapat berbagai perkampungan diantaranya Kampung Arab. Kampung
tersebut merupakan buatan Belanda yang tujuannya untuk memantau
pergerakan tentara musuh.
Penyebaran Islam di Jakarta khususnya,
menurut Asep, merupakan yang paling besar karena adanya musuh bersama
yang harus disingkirkan yaitu Belanda. "Islam menyebar karena musuh
bersama yaitu orang-orang Eropa yaitu Belanda. Kenapa Belanda kesini?
Mereka kemari karena sudah kalah di Eropa," katanya.
Menyusuri
jalanan di kawasan Kota Tua pada malam hari memang berbeda dari
biasanya. Yang didapat ialah ketenangan, tidak ada bising kendaraan,
kemacetan, dan berbagai keributan yang biasa terjadi di siang hari,
dengan banyaknya gedung-gedung tua peninggalan Belanda memberikan kesan
tersendiri selama perjalanan.
"Tidak perlu takut menyusuri Kota Tua malam-malam. Kita bukan mau ziarah tapi belajar sejarah," ungkap Asep.
Peserta
tur terlihat sangat antusias dalam perjalanan serta siap untuk belajar
dan mengetahui sejarah-sejarah di balik bangunan-bangunan tersebut.
"Tur Kampung Arab itu dari kali ke kali, masjid ke masjid." ungkap Dias, pemandu Wisata Malam ke Kampung Arab.
Perjalanan
dimulai dari Kali Besar. Kali Besar awalnya ialah kanal yang dibuat
oleh Gubernur Belanda yang berfungsi sebagai sarana transportasi. Dari
sini terlihat gedung Bank Mandiri yang dulunya disebut Chartered Bank.
Di Kali Besar ini konon ialah sebagai saksi bisu pembantaian yang
terjadi pada etnis Tionghoa.
"Kalau di kota namanya besar-besar,
kayak Kali Besar, Mangga Besar, di kampung gede-gede, kayak Pondok
Gede," kata Dias dalam penjelasannya kepada pengunjung tentang sejarah
penamaan daerah di sekitar Kawasan Kota Tua.
Lurus terus dari
jembatan Kali Besar, tak lama kita akan menemukan Jalan Tiang Bendera.
Asal mula penamaan jalan ini, menurut Dias, adalah dulunya disini hidup
sekumpulan etnis Tionghoa. Setiap bulan, Kapiten Cina yang tinggal
disini menaikkan bendera dari kediamannya, menandakan sudah jatuh tempo
bayar pajak.
Ke arah selatan dari Jalan Tiang Bendera kita akan
menemui Pasar Pagi Lama. Gaya bangunan pasar pagi lama khas etnis
Tionghoa dengan banyak ornamen, ukiran dan warna merah. Pada masanya,
pasar ini merupakan pusat grosir terbesar di Jakarta.
Perjalanan
berlanjut ke Masjid Al-Anshor yang terletak diantara rumah-rumah
penduduk. Masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi sehingga
tidak kelihatan lagi bentuk aslinya. Tinggal ukiran khas Arab berasal
dari kayu yang ada di dinding masjid.
"Masjid ini nggak diketahui
siapa pendirinya, tapi berasal dari bangsa Mor yaitu orang India atau
Yaman Selatan. Masjid sendiri udah ditinggikan 2-3 meter, karena sering
banjir. Bangunannya juga udah diperluas, tapi yang aslinya yang aula
dalam itu, awalnya masjid hanya segitu," ungkap Dias.
Selanjutnya
perjalanan dilanjutkan ke Mushola Ar Roudah. Dalam perjalanan menuju
kesana, melewati rumah-rumah yang dulunya merupakan tempat tinggal
masyarakat Arab dengan bangunan khas yang disebut Ne Molo. Namun, kini
rumah tersebut sudah berganti dengan ruko-ruko karena tergeser dengan
etnis Tionghoa.
Mushola Ar Roudah awalnya didirikan oleh perkumpulan Jamiatul Khair, merupakan organisasi sosial untuk mendidik yatim dan fakir.
"Mushola
ini merupakan mushola khusus wanita, dibuat salat wajib maupun tarawih
semuanya jamaahnya wanita" ungkap Sofyan, Ketua Pelaksana Wisata Malam
Kampung Arab.
Sebab, kata Dias, di daerah sini telah banyak masjid yang jamaahnya laki-laki. Maka dibuatlah masjid ini khusus untuk perempuan.
Di
Mushola Ar Roudah juga terdapat sumur yang katanya tidak pernah kering
meskipun musim kemarau. Kedalaman sumur mencapai 3-4 meter.
"Ini sumur untuk wudhu. Lumayan dalam 3-4 meter. Di dalamnya ada ikan biar nggak ada jentik nyamuk," kata Dias.
Perjalanan
masjid selanjutnya ialah Masjid An Nawier. Masjid ini dibangun di atas
tanah yang diwakafkan oleh Syarifah Fatmah, makamnya pun terdapat di
sisi masjid.
Masjid An Nawier memiliki menara dengan ketinggian 17 meter, yang melambangkan jumlah rakaat dalam solat lima waktu.
"Di menara itu dulunya sebagai tempat azan. Sebelum ada toa (pengeras suara), kalau mau azan naik ke menara dulu," ungkap Dias.
Masjid
ini mampu menampung jamaah hingga 2000 orang, di bagian dalamnya
terdapat pilar yang berjumlah 33, melambangkan jumlah zikir.
Tak
jauh dari Masjid An Nawier, terdapat Jembatan Kambing. Dinamakan
demikian karena di daerah ini dulunya ramai akan perdagangan kambing dan
jembatan ini merupakan tempat lewatnya kambing untuk dibawa ke
pejagalan atau tempat pemotongan.
"Jembatan Kambing ini di atas
Kali Angke, tempat lewatnya kambing yang akan di bawa ke tempat
pejagalan, makanya kampung tempat sembelih kambing dinamakan Kampung
Pejagalan," kata Dias.
Berada disini dijamin akan membuat orang
tutup hidung karena bau kambing sangat menyengat karena memang ada
kandang beserta kambingnya di pintu masuk jembatan.
Setelah cukup
menutup hidung di jembatan kambing, selanjutnya menuju ke Langgar Tinggi
yang juga merupakan tujuan terakhir perjalanan ini. Langgar Tinggi
ialah musholla, disebut Langgar Tinggi karena mushola berada di lantai 2
bangunan, sedangkan dibawahnya merupakan kios.
Langgar Tinggi
bersebelahan langsung dengan Kali Angke, terdapat semacam gerbang yang
langsung meneruskan ke air kali yang dulunya dijadikan tempat wudhu
orang-orang yang akan solat.
"Itu gerbangnya dulu kebuka, jadi kalau mau solat wudhunya disitu," kata Dias.
Puas
dengan perjalanan mengitari Pemukiman Arab tengah malam selama 2
setengah jam, peserta beristirahat di Langgar Tinggi dilanjutkan makan sahur.
Wisata
tengah malam pada bulan Ramadhan kali ini merupakan yang pertama
kalinya diselenggarakan. Kata Asep, penyelenggaraan kegiatan ini atas
ide dari anggota komunitas serta keinginan masyarakat umum yang ingin
melakukan wisata malam.
sumber : kompas.com
[endtext]
Post a Comment